”Sangat jarang orang cuma menderita meningitis, sebab posisi
selaput dengan otak amat dekat,” tutur Mursyid Bustami, Direktur Utama Rumah
Sakit Pusat Otak Nasional. Sebab itu, sebutan yang lebih sesuai ialah
meningoensefalitis.
Meningoensefalitis terbentuk dari tiga kata bahasa Yunani :
menix (membran atau selaput), enkephalos (otak), & akhiran itis yang dalam
bahasa medis berarti radang. Jikalau dipisahkan, meningitis berarti radang pada
selaput otak & ensefalitis yaitu radang pada organ otak. Penyebabnya
bermacam macam, di antaranya bakteri, virus, & jamur.
Pusat Pengendalian & Prevensi Penyakit (CDC) Amerika
Serikat mencatat, Neiserria meningitidis yaitu merupakan salah satu bakteri
utama penyebab meningitis akibat bakteri ini. Di dunia, meningitis akibat jenis
bakteri itu terbanyak terjadi di kawasan sub-sahara Afrika, dikenal juga
sebagai ”sabuk meningitis”. Daerah endemis tinggi ini terbentang dari Senegal
ke Etiopia, rata rata terjadi pada saat masa kering (tingkat insidensi 10-100
kasus per 100.000 komunitas).
Sayang, Indonesia belum miliki data tahunan terkait infeksi
itu. Jumlah kasus sempat tinggi pada tahun 1980-an, lalu menurun seiring
pertumbuhan ekonomi penduduk.
Akibatnya, penyakit itu kurang mendapat perhatian serius.
Tapi, belakangan ini kasus meningoensefalitis kembali muncul. Menurut Mursyid,
itu bisa jadi akibat kian banyak kasus kuman tuberkulosis resisten obat &
meningkatnya penyakit terkait daya tahan tubuh seperti HIV/AIDS.
Dengan Cara umum, gejala meningitis berupa demam, nyeri
kepala, nyeri otot, lemas, & kaku kuduk. Penderita mungkin telah terkena
ensefalitis seandainya ada penambahan gejala berupa menurunnya kesadaran. ”Jika
terjadi lebih berat dari itu, bisa saja kritis,” ucap Mursyid.
Ada juga beberapa gejala berlainan akibat ensefalitis
menyerang bagian otak berbeda. Contohnya, infeksi menyangkut bagian otak untuk
mengoordinasikan gerak kaki & tangan bagian sebelah, gejala yang muncul
bisa juga lemahnya bagian badan sebelah seperti penderita stroke. Apabila
terkena bagian pengatur kekuatan kognitif, dapat menurunkan kemampuan berpikir.
Mursyid menuturkan, ada dua type meningoensefalitis, yaitu
akut & kronis. Meningoensefalitis akut datang tiba-tiba akibat virus &
bakteri, contohnya bakteri N meningitidis, Streptococcus pneumoniae, dan
Listeria monocytogenes.
Buat yang kronis atau menahun, penyebabnya antara lain kuman
seperti kuman tuberkulosis & parasit Toksoplasma gondii. Jumlah kasus yang
akut & kronis nyaris sama, namun di Indonesia lebih umum meningoensefalitis
kronis.
Susah menular
Pengobatan utama pasien meningoensefalitis ialah pemberian
antibiotik. Tipe antibiotik yang diberikan & lama terapi tergantung dari
mikroorganisme penyebab infeksi. Contohnya, infeksi dikarenakan kuman TB, antibiotik
juga untuk terapi TB pada paru-paru, dipilih yang dapat menembus sel pertahanan
otak.
Karena itu, dokter harus tahu mikroorganisme penyebab
meningoensefalitis terhadap pasien biar dapat pilih antibiotik yang sesuai.
Caranya, mengambil cairan otak melalui sumsum tulang belakang.
”Penyakit ini susah menular. Tapi, sekali kena, mungkin
kematiannya sangat tinggi,” kata Mursyid. Alasannya, karena system pertahanan
otak hebat. Selaput otak tergolong bagian dari system pertahanan itu. Ada pula
sawar darah otak (blood brain barrier). System itu berfungsi melindungi otak,
termasuk juga dari cedera & infeksi.
hal tersebut membuat mikroorganisme pemicu
meningoensefalitis susah mencapai otak. Tetapi, masihlah ada kuman atau virus
”bandel” & tidak bisa ditahan system itu. Bila mikroorganisme itu dapat
mencapai otak, pengobatan jadi susah lantaran harus mencari antibiotik spesifik
yang juga mampu menembus pertahanan otak.
Akibatnya, dokter mesti berikan dosis antibiotik lebih
tinggi bagi terapi infeksi pada otak di bandingkan pada infeksi bagian lain.
Kadang, bisa 3-4 kali di bandingkan infeksi di bagian badan yang lain. ”Ini terjadi
karena kekuatan obat untuk menembus pertahanan otak minim, ada yang 15 %, ada
yang 20 %,” papar Mursyid.
Pengobatan juga lebih lama di bandingkan penyakit biasa.
Misalnya, pasien TB mesti konsumsi obat tanpa putus selama enam bulan,
sedangkan pasien meningoensefalitis yang disebabkanTB mengkonsumsi obat sama
tanpa putus selama 9-12 bulan.
Factor lain yang menyebabkan infeksi itu miliki tingkat
kematian tinggi yaitu bagian vital otak terdesak apabila ada bengkak. Bila
mendesak bagian batang otak, fungsi badan berhenti, termasuk juga fungsi
bernapas.
Dokter spesialis penyakit dalam dari Divisi Alergi Imunologi
Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Iris Rengganis, mengemukakan,
telah ada vaksin untuk mengurangi risiko tertular meningoensefalitis. Vaksin
itu husus untuk meningoensefalitis meningokokus yang disebabkan N meningitidis.
Efektivitas vaksin itu 80-90 %, bergantung terhadap keadaan
daya tahan penerima vaksin. Jemaah haji dan umrah yang bakal berangkat ke Arab
Saudi wajib mendapat vaksin itu paling lambat dua minggu sebelum pergi.
Mursyid menyambung, pencegahan utama ialah menjalankan pola
hidup sehat & tinggal di lingkungan sehat demi menjaga daya tahan tubuh.